LANGUAGE

MAU SUKSES BELAJAR , YA BELAJAR!! JANGAN LUPA SHOLAT

Bonus Anda

Selasa, 21 September 2010

Arti Penting Pembelajaran Tematik

Arti Penting Pembelajaran Tematik

Pembelajaran tematik lebih menekankan pada keterlibatan siswa dalam proses belajar secara aktif dalam proses pembelajaran, sehingga siswa dapat memperoleh pengalaman langsung dan terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang dipelajarinya. Melalui pengalaman langsung siswa akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari dan menghubungkannya dengan konsep lain yang telah dipahaminya. Teori pembelajaran ini dimotori para tokoh Psikologi Gestalt, termasuk Piaget yang menekankan bahwa pembelajaran haruslah bermakna dan berorientasi pada kebutuhan dan perkembangan anak.

Pembelajaran tematik lebih menekankan pada penerapan konsep belajar sambil melakukan sesuatu (learning by doing). Oleh karena itu, guru perlu mengemas atau merancang pengalaman belajar yang akan mempengaruhi kebermaknaan belajar siswa. Pengalaman belajar yang menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptual menjadikan proses pembelajaran lebih efektif. Kaitan konseptual antar mata pelajaran yang dipelajari akan membentuk skema, sehingga siswa akan memperoleh keutuhan dan kebulatan pengetahuan. Selain itu, dengan penerapan pembelajaran tematik di sekolah dasar akan sangat membantu siswa, karena sesuai dengan tahap perkembangannya siswa yang masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan (holistik).

Beberapa ciri khas dari pembelajaran tematik antara lain: 1) Pengalaman dan kegiatan belajar sangat relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak usia sekolah dasar; 2) Kegiatan-kegiatan yang dipilih dalam pelaksanaan pembelajaran tematik bertolak dari minat dan kebutuhan siswa; 3) Kegiatan belajar akan lebih bermakna dan berkesan bagi siswa sehingga hasil belajar dapat bertahan lebih lama; 4) Membantu mengembangkan keterampilan berpikir siswa; 5) Menyajikan kegiatan belajar yang bersifat pragmatis sesuai dengan permasalahan yang sering ditemui siswa dalam lingkungannya; dan 6) Mengembangkan keterampilan sosial siswa, seperti kerjasama, toleransi, komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan orang lain.

Dengan pelaksanaan pembelajaran dengan memanfaatkan tema ini, akan diperoleh beberapa manfaat yaitu: 1) Dengan menggabungkan beberapa kompetensi dasar dan indikator serta isi mata pelajaran akan terjadi penghematan, karena tumpang tindih materi dapat dikurangi bahkan dihilangkan, 2) Siswa mampu melihat hubungan-hubungan yang bermakna sebab isi/materi pembelajaran lebih berperan sebagai sarana atau alat, bukan tujuan akhir, 3) Pembelajaran menjadi utuh sehingga siswa akan mendapat pengertian mengenai proses dan materi yang tidak terpecah-pecah. 4) Dengan adanya pemaduan antar mata pelajaran maka penguasaan konsep akan semakin baik dan meningkat,

PENDEKATAN GEOGRAFI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH

PENDEKATAN GEOGRAFI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH

Oleh : DR. Djoko Harmantyo, MS

Staf Pengajar Departemen Geografi FMIPA-UI

Pengantar

Tulisan ini disusun untuk memenuhi permintaan Panitia Penyelenggara Pelatihan Peningkatan Kompetensi Guru Geografi Dalam Persiapan Sertifikasi Guru. Oleh karena itu tulisan ini disusun sedemikian rupa di samping memuat konsep berpikir logis dan rasional serta landasan teoritis juga disampaikan bagaimana metode mengajar Geografi pada tingkat pendidikan sebelum memasuki dunia perguruan tinggi. Materi tulisan disampaikan sesederhana mungkin agar mudah dipahami oleh para peserta pelatihan dengan asumsi para peserta adalah guru yang mengajar pelajaran Geografi.

PENDAHULUAN

Bidang ilmu Geografi pada dasarnya mempelajari berbagai komponen fisik muka bumi, mahluk hidup (tumbuhan, hewan dan manusia) di atas muka bumi, ditinjau dari persamaan dan perbedaan dalam perspektif keruangan yang terbentuk akibat proses interaksi dan interrelasinya. Untuk mempermudah mempelajarinya, berbagai persoalan keruangan (spatial problems) dirumuskan dalam rangkaian pertanyaan : Apa jenis fenomenanya? Kapan terjadinya? Di mana fenomena tersebut terjadi? Bagaimana dan kenapa fenomena tersebut terjadi di daerah tersebut dan tidak terjadi di daerah lainnya?

Fenomena keruangan, atau fenomena geografis, baik tentang aspek fisik maupun aspek non-fisik serta interaksi dan interrelasi ke duanya, dalam proses belajar mengajar dapat dimulai dari yang paling sederhana seperti lokasi sekolah, lokasi pasar, kantor kelurahan atau kantor puskesmas, atau lokasi banjir, longsor, gempa bumi, dapat diungkap melalui pertanyaan bagaimana dan kenapa “ada” di tempat tersebut sedang di tempat lain tidak? Selanjutnya, adanya perbedaan kepadatan penduduk di wilayah perdesaan dan wilayah perkotaan, adanya perubahan pola penggunaan tanah untuk memenuhi kebutuhan hidup penduduk sebagai contoh adanya peranan manusia dalam perubahan fisik muka bumi (mans role in changing the face of the earths).

Fenomena keruangan saat ini yang menjadi issue global seperti konflik wilayah perbatasan antar Negara, terbentuknya ketimpangan ekonomi Negara Negara di dunia (ada yang sangat kaya dan sangat miskin), dampak perkembangan teknologi informasi yang bersifat “tanpa batas” (borderless) sebagai tantangan geograf di seluruh dunia untuk merespon bahwa “the end of Geography” adalah tidak terjadi. Interaksi dan interrelasi

(*) Makalah disampaikan pada Pelatihan Peningkatan Kompetensi Guru Geografi Dalam Persiapan Sertifikasi Guru yang diselenggarakan oleh Ikatan Geograf Indonesia (IGI) bekerjasama dengan Depdiknas di Bandung tanggal 15-18 Nopember 2006.

(**) Staf Pengajar Departemen Geografi FMIPA-UI dan Ketua III IGI Pusat.

antar ruang muka bumi masih nyata dengan adanya issue mengglobalnya penyakit menular yang mematikan seperti kasus penyakit SARS, kolera tahun 60-an, HIV Aids atau kekawatiran dunia saat ini terhadap issue penyakit Avian Influensa atau Flu burung yang memiliki kecenderungan terjadi pandemic.

Sebagaimana bidang ilmu lain, ilmu Geografi juga memiliki alat ukur keruangan seperti jarak antar dua tempat, baik dalam satuan panjang, satuan nilai ekonomi dan satuan waktu, dan satuan luas (biasanya diekspresikan dalam bidang datar) dalam hektar atau km2, hasil perhitungan jumlah obyek, baik berdiri sendiri maupun dalam satuan luas (kepadatan) atau dalam satuan ratio. Di samping disajikan dalam bentuk diagram, table atau gambar profil, sarana penyajian informasi geografi paling efektif adalah dalam bentuk peta karena sebuah peta dapat memberikan penjelasan fenomena geografis dalam perspektif keruangan. Oleh karena keterbatasan media penyajian ruang muka bumi ke dalam bidang datar maka sebuah peta mensyaratkan adanya skala peta. Kita mengenal istilah skala kecil dan skala besar sesuai dengan tingkat informasi yang akan dihasilkan. Semakin besar skala peta maka informasi atau data yang dihasilkan semakin detil dan sebaliknya. Skala peta sangat tergantung pada tujuan pengguna peta. Teknik membuat peta dipelajari dalam Kartografi sebagai salah satu pelajaran inti dalam Geografi. Dengan adanya kemajuan teknologi computer saat ini dikenal teknologi GIS atau Sistem Informasi Geografi yang mampu menghasilkan sebuah peta relative secara lebih cepat dan akurat. Teknologi GIS juga dapat digunakan sebagai alat bantu analisis geografis.

Secara teoritis, dalam menelaah suatu persoalan keruangan, Geografi memiliki tiga pendekatan utama yaitu (1) analisis spasial, (2) analisis ekologis dan (3) analisis komplek regional sebagai gabungan dari pendekatan (1) dan (2). Pendekatan ke tiga merupakan cara yang lebih tepat digunakan untuk menelaah fenomena geografis yang memiliki tingkat kerumitan tinggi karena banyaknya variable pengaruh dan dalam lingkup multi dimensi (ekonomi, social, budaya, politik dan keamanan). Salah satu contoh adalah telaah tentang pengembangan wilayah.

PENGEMBANGAN WILAYAH

Kegiatan pengembangan wilayah adalah suatu kegiatan yang memiliki dua sifat yaitu sifat akademis dan sifat birokratis dalam mengelola wilayah. Sifat akademis biasanya menggunakan istilah “seyogyanya” dan sifat terapan biasanya menggunakan istilah “seharusnya”. Dengan demikian, pendekatan geografi, dalam tulisan ini, dapat digunakan dan dapat pula tidak digunakan dalam kegiatan pengembangan wilayah tergantung kemauan politis pemegang kekuasaan. Suatu pendekatan yang sudah dipilih dan diputuskan oleh pengambil keputusan politis maka “harus” dilaksanakan oleh para pelaksana di lapangan dan “tidak boleh” menggunakan yang lain. Produk politik seperti itu biasa disebut Undang Undang atau berbagai peraturan lainnya. Tulisan ini mencoba melakukan elaborasi sistim pembangunan yang berlaku saat ini dengan menggunakan pendekatan geografi.

Berbeda dengan sistim pembangunan pada era orde baru yang bertitik tolak dari GBHN yang berisi garis besar rencana pembangunan yang ditetapkan oleh MPR, sistim pembangunan pada era reformasi saat ini bertolak dari Program Pembangunan Nasional (Propenas) yang berisi rencana pembangunan (lima tahun) yang disusun oleh Presiden yang dipilih secara langsung oleh rakyat dan setelah mendapatkan persetujuan dari DPR. Saat ini, pemerintah (pemerintah pusat) dan pemerintah daerah, dalam melaksanakan pembangunan mengacu pada UU nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah atau dikenal dengan UU Otonomi Daerah sebagai amandemen dari UU nomor 22 dan 25 tahun 1999. Di samping itu berbagai UU lainnya seperti UU nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, UU nomor 25 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, UU nomor 2 tahun 1992 tentang Rencana Tata Ruang, UU nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dan UU lainnya yang telah mendapatkan persetujuan DPR-RI digunakan sebagai acuan dalam melaksanakan pembangunan.

Namun demikian pada prakteknya sistim pembangunan saat ini tidak berbeda dengan masa yang lalu karena masih menggunakan istilah pembangunan sektoral dan pembangunan daerah. Bidang pembangunan dijabarkan dalam sector, program dan proyek pembangunan. Proyek merupakan jenjang terrendah dari hirarki istilah dalam pembangunan dan pada tahap ini pelaksanaannya membutuhkan “dana” dan “tanah”. Dan dapat dimengerti, hasil pelaksanaan dari proyek pembangunan tahap inilah yang akan merubah kualitas lingkungan hidup, apakah semakin baik atau sebaliknya malah banyak menimbulkan masalah baru bagi masyarakat.

Konsepsi pembangunan wilayah pada dasarnya adalah pembangunan proyek proyek berdasarkan hasil analisa data spasial (Sandy dalam Kartono, 1989). Karena yang disajikan adalah fakta spasial maka ketersediaan peta menjadi mutlak diperlukan. Karena keseluruhan proyek berada di tingkat kabupaten/kota maka pemerintah kabupaten/kota mutlak perlu menyiapkan peta peta fakta wilayah dalam tema tema yang lengkap. Dalam lingkup pekerjaan inilah antara lain dituntut peran aktif para ahli geografi.

Pengwilayahan data spasial untuk menetapkan proyek pembangunan disebut wilayah subyektif, sedang wilayah yang ditetapkan untuk suatu bidang kehidupan sebagai tujuan pembangunan (penetapan wilayah pembangunan) disebut wilayah obyektif. Implementasi wilayah pembangunan pada umumnya tidak sesuai dengan aspirasi masyarakat.

Produk akhir dari analisis data spasial disebut “wilayah geografik” sedang cakupan ruang muka bumi yang dianalisis disebut “area/geomer/daerah”.

Saat ini semakin dapat dirasakan bahwa perkembangan suatu daerah tertentu tidak dapat dilepaskan dari pengaruh daerah sekitarnya mulai dari daerah tetangga sampai daerah yang lebih jauh jaraknya bahkan pengaruh dari bagian bumi lainnya. Dampak globalisasi telah membuktikan hal itu. Oleh karena itu, wilayah sebagai system spasial dalam lingkup kegiatan pengembangan wilayah merupakan subsistem spasial dalam lingkup yang lebih luas. Sebuah kabupaten/kota, dalam kegiatan pengembangan wilayah, di samping menganalisis data spasial kabupaten/kota yang bersangkutan, juga perlu memperhatikan paling tidak bagaimana perkembangan daerah sekitarnya (interregional planning). Sebuah kabupaten/kota tidak dapat hidup sendiri dan oleh karena itu perlu mengadakan kerja sama dengan daerah tetangganya.

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, suatu proyek pembangunan daerah dilaksanakan pada tingkat kabupaten/kota sebagai unit terrendah dalam hirarki pembangunan. Proyek terkait dengan jenisnya dan dananya. Setelah jenis dan dananya disediakan maka tahap berikutnya adalah menetapkan di bagian mana dari daerah kabupaten/kota proyek tersebut akan dilaksanakan. Ada beberapa cara untuk menetapkan proyek pembangunan. Cara penetapan proyek biasanya dilakukan, pada tahap awal, melalui suatu kajian akademis antara lain berdasarkan pendekatan geografi, pendekatan ekonomi dan lainnya.

Pendekatan geografi dilakukan melalui tahapan penetapan masalah, pengumpulan data dan analisis data mulai dari kegiatan penyaringan, pengelompokan, klasifikasi data, kegiatan pengwilayahan, korelasi dan analogi. Oleh karena adanya keragaman berbagai masalah yang dihadapi masyarakat, berdasarkan kemampuan keuangan pemerintah dan skala waktu pelaksanaan, disusun skala prioritas proyek.

Hasil korelasi secara spasial (tumpang tindih atau overlay peta wilayah) dapat ditunjukan masalah apa sebagai prioritas proyek dan di mana lokasi proyek tersebut dilaksanakan. Dalam pelaksanaanya, pendekatan geografi tidaklah sesederhana itu.

Beberapa cara lain untuk menetapkan proyek pembangunan dapat disebutkan antara lain dengan menerapkan teori Economic Base, Multiplier Effect yang berkaitan dengan teori input-output dan penerapan teori lokasi,(Location Theory), teori pusat (Central Place Theory) dan penerapan teori Kutub Pengembanngan (Growth Pole Theory). .

  1. Teori Lokasi. Paling tidak ada tiga hal yang dapat dijadikan pertimbangan dalam menetapkan lokasi proyek pembangunan yaitu (1) pengeluaran terrendah (2) jangkauan pemasaran dan (3) keuntungan tertinggi.
  2. Teory Pusat Pelayanan. Pola ideal yang diharapkan terbentuk, asumsi homogin dalam hal bentuk medan, kualitas tanah dan tingkat ekonomi penduduk serta budayanya, Christaller menyajikan bentuk pola pelayanan seperti jejaring segi enam (hexagonal). Bentuk pola pelayanan hexagonal ini secara teoritis mampu memperoleh optimasi dalam hal efisiensi transportasi, pemasaran dan administrasi (Haggett, 2001).
  3. Teori Kutub Pertumbuhan. Berbeda dengan Christaller yang berlatar belakang ahli Geografi, teori Kutub Pertumbuhan diprakarsai dan dikembangankan oleh para ahli ekonomi. Teori ini melahirkan konsep ekonomi seperti konsep Industri Penggerak (leading industry), konsep Polarisasi dan konsep penularan (trickle atau spread effect).

Beberapa kelemahan penerapan cara cara di atas dalam penetapan proyek pembangunan dihadapkan pada factor politis pengambil kebijakan di tingkat kabupaten/kota utamanya pada era otonomi daerah saat ini, factor ketersediaan dana dan bidang tanah tempat dilaksanakannya proyek tersebut. Pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa pendekatan geografi menjadi factor kunci dalam kegiatan penetapan proyek pembangunan berdasarkan penetapan prioritas secara tepat.

PENUTUP

Pendekatan geografi dalam pengembangan wilayah paling tidak menggabungkan dua hal yang berbeda dalam substansi analisis yaitu domain akademik dan domain birokratik. Pendekatan geografi yang telah diuraikan di atas adalah suatu pendekatan akademis yang bersifat logis dan rasional karena obyek terapannya dalam konteks ruang muka bumi yang karena sifatnya disebut wilayah. Oleh karena itu peta menjadi instrument dasar, baik pada tahap awal maupun akhir dari kegiatan pengembangan wilayah.

Secara sederhana, karena contoh pengembangan wilayahnya di Indonesia, usaha untuk memperoleh hasil/manfaat yang lebih baik dari kegiatan pengembangan atau pembangunan suatu “wilayah” selalu berorientasi pada kehendak pemegang kedaulatan atas wilayah yang dimaksud yaitu rakyat yang diekspresikan dalam perangkat UU. Karena pada dasarnya kegiatan pengembangan wilayah diarahkan untuk sebesar besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, lahir dan batin, argument dari sudut pandang ekonomi, social budaya dan keamanan tidak dapat diabaikan dalam pengembangan wilayah.

Para peserta pelatihan diharapkan dapat menularkan esensi tulisan ini kepada para murid sekolah, dengan cara sederhana sesuai tingkat sekolahnya, dengan menggunakan kata kunci : location, place dan space, sebagai alat bantu menjelaskan berbagai fenomena geografis dalam perspektif keruangan.

BAHAN BACAAN

Haggett, 2001; “Geography. A Global Synthesis”. Pearson Education Ltd, Prentice Hall,NY.

Sandy, IM dalam Kartono, 1989; “ Esensi Pembangunan Wilayah dan Penggunaan Tanah Berencana” Departemen Geografi FMIPA-UI Jakarta.

Undang Undang Otonomi Daerah, 2005,Penerbit Pustaka Pelajar, Yogyakarta

Geografi Regional, 2005; Kumpulan Bahan Kuliah Program Pasca sarjana Ilmu Geografi Departemen Geografi FMIPA-UI .


SUMBER : http://mgmpips.wordpress.com/2007/03/04/pendekatan-geografi-dalam-pengembangan-wilayah/

Jumat, 17 September 2010

Jakarta Tenggelam

WALHI: Tahun 2050 Jakarta Tenggelam
Jumat, 13 Februari 2009 | 16:57 WIB
KOMPAS/ARBAIN RAMBEY
Daerah Cawang dan sekitarnya terendam air cukup parah seperti terlihat dari helikopter. Foto diambil saat banjir melanda Jakarta awal Februari 2007.

JAKARTA, JUMAT — Direktur Eksekutif WALHI Jakarta Selamet Daroyni mengatakan, 90 persen dari luas Jakarta diperkirakan akan terendam banjir pada tahun 2050. Menurutnya, sikap pemerintah yang mengedepankan pembangunan berbasis konversi lahan adalah salah satu penyebab dari tidak pernah tuntasnya bencana banjir.

"Pada 2050 Jakarta bagian utara, seperti Bandara Soekarno Hatta, tenggelam. Mungkin bisa lebih cepat," terangnya di kantor pusat WALHI, Jumat (13/2). Ia menyatakan, situasi yang terlihat jelas dari banjir Jakarta adalah alih fungsi kawasan tangkapan atau resapan air, pemberian IMB tanpa mempertimbangkan keseimbangan ekologis, serta buruknya sistem drainase dan sungai.

Selain itu, faktor alam berupa curah hujan yang cukup tinggi dalam 25 tahun terakhir, kerusakan lingkungan, dan juga banjir kiriman turut menjadi penyebabnya. Curah hujan di Jakarta mencapai dua miliar meter kubik per tahun. Namun, yang terserap hanya 26,6 persen atau 532 juta meter kubik, sementara sisanya 73,4 persen atau 1.468 juta meter kubik menggelontor ke laut.

Secara detail dari semua faktor banjir Jakarta alih fungsi adalah yang paling dominan. Dari luas lahan di Jakarta sebesar 661,52 kilometer persegi hanya 9,6 persen ruang terbuka hijau. Padahal dari target yang direncanakan mencapai 13,6 persen pada pemerintahan Sutiyoso.

Agar bencana banjir berkurang, Selamet menyarankan agar pemerintah segera menerapkan beberapa hal. Sikap itu di antaranya kaji ulang seluruh kawasan Jakarta berbasis ekologis, menjamin hak masyarakat untuk andil dalam penataan kota, dan menaikkan ruang terbuka hijau.

"Jadi jawabannya benar-benar keberanian Pemprov DKI untuk merestorasi kawasan ekologi publik, dan memang menjamin hak masyarakat untuk memberikan hak jawab dan tanya masyarakat dalam perencanaan kota," tegasnya.

Sumber: http://megapolitan.kompas.com/read/2009/02/13/16573391/WALHI.Tahun.2050.Jakarta.Tenggelam

Penulis: C2-09 | Dibaca : 13331

Gunung meletus hebat


Ini Dia 10 Gunung yang Letusannya Mengguncang Dunia

Kamis, 16 September 2010, 21:47 WIB
Smaller Reset Larger
ant
Ini Dia 10 Gunung yang Letusannya Mengguncang Dunia
ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Meletusnya gunung Sinabung yang berlokasi di Kabupaten Tanah karo, Sumatera utara baru-baru ini mengingatkan kembali cerita letusan gunung berapi yang pernah terjadi di Indonesia dan dunia. Majalah Time edisi online kemudian membuat semacam daftar peringkat 10 besar letusan gunung di dunia yang pernah terjadi. Dalam daftar itu, Indonesia diwakili dengan letusan Gunung Karakatau dan Tambora. Berikut 10 letusan gunung yang sempat menggemparkan dunia :

1.Gunung Vesuvius

Gunung Vesuvisu merupakan gunung api aktif yang berlokasi di Pantai Naples, selatan Italia. Gunung ini meletus pada tahun 79 M. Gunung ini menurut sejarawan tercatat meletus sebanyak 30 kali. Letusan gunung itu menyebabkan kota yang ada didekatnya Pompeii terpenuhi lahar dan awan panas. Letusan itu menyebabkan jatuhnya korban hingga 1.000 jiwa.

2. Gunung Krakatau


Tahun 1883, jauh sebelum Indonesia merdeka, Pulau Krakatau yang berada di selat Sunda secara tiba-tiba meletus. Letusannya sama dengan 13 ribu bom yang diledakan. Suara ledakan terdengar jauh hingga ribuan mil. Asap dan bebatuan yang terlontar berjatuhan hingga Pantai Afrika Timur.

Tak hanya itu, letusan Krakatau juga menyebabkan mega tsunami. Walhasil korban jiwa yang berjatuhan mencapai 36 ribu jiwa. Hingga kini, sisa letusan itu masih terlihat. Bahkan para ahli mengatakan Gunung Krakatau masihlah aktif. Terbukti ketika tahun 1927, Krakatau sempat memperlihatkan aktivitas vulkanis.

3. Gunung Helens


Gunung Helens sebelum meletus sempat menunjukan aktivitas vulkanis. Saat itu, para ahli memperkirakan gunung tersebut tidak akan meletus mengingat selama 120 tahun gunung itu tidak menunjukan aktivitas vulkanis. Selang dua bulan, tepatnya 18 Mei 1980, sebuah gempa berkekuatan 5,1 skala richter memicu letusan.

Awan panas dan lahar mengalir dengan kecepatan 15 mil per jam sedangkan letusanya bisa melontarkan lava dan bebatuan hingga 16 mil ke udara. Wash, sebuah kota yang berjarak 250 km dari gunung mendadak gelap. Meski letusannya berbahaya, korban jiwa yang berjatuhan tercatat 57 jiwa. Pada tahun 1982, Pemerintah AS menunjuk Gunung Helens sebagai Taman Nasional Gunung Api Helens.

4. Gunung Tambora

Sebelum letusan hebat Krakatau, Indonesia sempat merasakan letusan dashyat lain yakni letusan Gunung Tambora. Letusan Gunung Tambora yang berlangsung tahun 1816 menyebabkan perubahan iklim dunia saat itu. Eropa Utara dan AS merupakan wilayah yang terkena dampak perubahan iklim yang cukup ekstrem. Puluhan ribu orang tewas akibat letusan Gunung Tambora.

5. Gunung Mauna Loa


Cerita kedashyatan letusan gunung berlanjut di kawasan Pasifik tepatnya kepulauan Hawaii, AS. Dengan ketinggan 13.700 kaki di atas permukaan laut, Gunung Mauna Loa meletus dengan dampak letusan hingga 60 mil. Gunung ini telah meletus sebanyak 33 kali dan kemungkinan besar gunung ini masih aktif.

6. Gunung Eyjafjallajokull

Gunung yang berlokasi di Islandia ini menyebabakan awan penuh dengan abu vulkanis. Beruntung tidak ada korban jiwa yang berjatuhan akibat letusan gunung di kawasan utara Eropa ini. Meski begitu, letusan yang berlangsung Maret lalu ini menyebabkan kerugian hingga 1 miliar dolar AS.

7.Gunung Pelee

Pascaletusan Gunung Krakatau, Gunung Pele yang berlokasi di kawasan Kepulauan Karibia Perancis meletus pada bulan Mei 1902. Letusan gunung ini memakan korban hingga 30 ribu jiwa. Abu vulkanis, lava dan gas beracun bertebaran memenuhi udara. Menurut ahli geologi, gunung ini masih terbilang aktif.

8. Thera

Sekitar 3.500 tahun lalu, bencana besar mengguncang Mediterania. Gunung berapi di Thera, kini bernama pulau Santorini Yunani meletus dengan kekuatan empat sampai lima kali kekuatan letusan Krakatau pada tahun 1883. Letusan dahsyat Thera menyebabkan punahnya kebudayaan Minoan. Sekaligus menjadi asal muasal legenda Yunani Kuno “The Lost Atlantis” atau "Atlantis Benua yang Hilang. "

9. Nevado del Ruiz

Letusannya sebenarnya kecil, hanya menghasilkan 3 persen dibanding abu yang disemburkan Gunung St Helens pada 1980. Namun, letusan gunung ini menyebabkan kota terkubur oleh lahar dan menyebabkan kematian sebesar 23 ribu orang. Peristiwa ini disebut tragedi Armero. Nevado del Ruiz disebut "singa tidur" oleh penduduk setempat.

10. Gunung Pinatubo

Terletak di Pulau Luzon, Filipina. Gunung ini meletus pada tahun 1991, lebih dari 490 tahun setelah aktivitas erupsi yang terakhir kali terlihat. Prediksi dan penanganan yang tepat menyebabkan puluhan ribu jiwa selamat. Tetapi daerah sekitar gunung tersebut hancur karena aliran piroklastik, abu dan lahar.

Red: irf
Rep: Agung Sasongko
Sumber: time.com

Italy 16.02.2010: Impressive landslide caught on video - Italien Erdruts...

Bromo Caldera, East Java, Indonesia