LANGUAGE

MAU SUKSES BELAJAR , YA BELAJAR!! JANGAN LUPA SHOLAT

Bonus Anda

Sabtu, 18 Juli 2009

Pendekatan Keruangan

Pendekatan Keruangan.

Pendekatan keruangan merupakan suatu cara pandang atau kerangka analisis yang menekankan eksistensi ruang sebagai penekanan. Eksisitensi ruang dalam perspektif geografi dapat dipandang dari struktur (spatial structure), pola (spatial pattern), dan proses (spatial processess) (Yunus, 1997).
Dalam konteks fenomena keruangan terdapat perbedaan kenampakan strutkur, pola dan proses. Struktur keruangan berkenaan dengan dengan elemen-elemen penbentuk ruang. Elemen-elemen tersebut dapat disimbulkan dalam tiga bentuk utama, yaitu: (1) kenampakan titik (point features), (2) kenampakan garis (line features), dan (3) kenampakan bidang (areal features).
Kerangka kerja analisis pendekatan keruangan bertitik tolak pada permasalahan susunan elemen-elemen pembentuk ruang. Dalam analisis itu dilakukan dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut.
1. What? Struktur ruang apa itu?
2. Where? Dimana struktur ruang tesebut berada?
3. When? Kapan struktur ruang tersebut terbentuk sperti itu?
4. Why? Mengapa struktur ruang terbentuk seperti itu?
5. How? Bagaimana proses terbentukknya struktur seperti itu?
6. Who suffers what dan who benefits whats? Bagaimana struktur
Keruangan tersebut didayagunakan sedemikian rupa untuk kepentingan manusia. Dampak positif dan negatif dari keberadaan ruang seperti itu selalu dikaitkan dengan kepentingan manusia pada saat ini dan akan datang.
Pola keruangan berkenaan dengan distribusi elemen-elemen pembentuk ruang. Fenomena titik, garis, dan areal memiliki kedudukan sendiri-sendiri, baik secara implisit maupun eksplisit dalam hal agihan keruangan (Coffey, 1989). Beberapa contoh seperti cluster pattern, random pattern, regular pattern, dan cluster linier pattern untuk kenampakan-kenampakan titik dapat diidentifikasi (Whynne-Hammond, 1985; Yunus, 1989).
Agihan kenampakan areal (bidang) dapat berupa kenampakan yang memanjang (linier/axial/ribon); kenampakan seperti kipas (fan-shape pattern), kenampakan membulat (rounded pattern), empat persegi panjang (rectangular pattern), kenampakan gurita (octopus shape pattern), kenampakan bintang (star shape pattern), dan beberapa gabungan dari beberapa yang ada. Keenam bentuk pertanyaan geografi dimuka selalu disertakan dalam setiap analisisnya.
Proses keruangan berkenaan dengan perubahan elemen-elemen pembentuk ruang dana ruang. Oleh karena itu analisis perubahan keruangan selalu terkait dengan dengan dimensi kewaktuan (temporal dimension). Dalam hal ini minimal harus ada dua titik waktu yang digunakan sebagai dasar analisis terhadap fenomena yang dipelajari.
Kerangka analisis pendekatan keruangan dapat dicontohkan sebagai berikut.
“....belakangan sering dijumpai banjir dan tanah longsor. Bencana itu terjadi di kawasan hulu sungai Konto Pujon Malang. Bagaimana memecahkan permasalahan tersebut dengan menggunakan pendekatan keruangan?
Untuk itu diperlukan kerangka kerja studi secara mendalam tentang kondisi alam dan masyarakat di wilayah hulu sungai Konto tersebut. Pada tahap pertama perlu dilihat struktur, pola, dan proses keruangan kawasan hulu sungai Konto tersebut. Pada tahap ini dapat diidentifikasi fenomena/obyek-obyek yang terdapat di kawasan hulu sungai Konto. Setelah itu, pada tahap kedua dapat dilakukan zonasi wilayah berdasarkan kerakteristik kelerengannya. Zonasi itu akan menghasilkan zona-zona berdasarkan kemiringannya, misalnya curam, agak curam, agak landai, landai, dan datar. Berikut pada tahap ketiga ditentukan pemanfaatan zona tersebut untuk keperluan yang tepat. Zona mana yang digunakan untuk konservasi, penyangga, dan budidaya. Dengan demikian tidak terjadi kesalahan dalam pemanfaatan ruang tersebut. Erosi dan tanah langsung dapat dicegah, dan bersamaan dengan itu dapat melakukan budidaya tanaman pertanian pada zona yang sesuai.
Studi fisik demikian saja masih belum cukup. Karakteristik penduduk di wilayah hulu sungai Konto itu juga perlu dipelajari. Misalnya jenis mata pencahariannya, tingkat pendidikannya, ketrampilan yang dimiliki, dan kebiasaan-kebiasaan mereka. Informasi itu dapat digunakan untuk pengembangan kawasan yang terbaik yang berbasis masyarakat setempat. Jenis tanaman apa yang perlu ditanam, bagaimana cara penanamannya, pemeliharaannya, dan pemanfaatannya. Dengan pendekatan itu terlihat interelasi, interaksi, dan intergrasi antara kondisi alam dan manusia di situ untuk memecahkan permasalahan banjir dan tanah longsor.
b. Pendekatan Kelingkungan (Ecological Approach).
Dalam pendekatan ini penekanannya bukan lagi pada eksistensi ruang, namun pada keterkaitan antara fenomena geosfera tertentu dengan varaibel lingkungan yang ada. Dalam pendekatan kelingkungan, kerangka analisisnya tidak mengkaitkan hubungan antara makluk hidup dengan lingkungan alam saja, tetapi harus pula dikaitkan dengan (1) fenomena yang didalamnya terliput fenomena alam beserta relik fisik tindakan manusia. (2) perilaku manusia yang meliputi perkembangan ide-ide dan nilai-nilai geografis serta kesadaran akan lingkungan.
Dalam sistematika Kirk ditunjukkan ruang lingkup lingkungan geografi sebagai berikut. Lingkungan geografi memiliki dua aspek, yaitu lingkungan perilaku (behavior environment) dan lingkungan fenomena (phenomena environment). Lingkungan perilaku mencakup dua aspek, yaitu pengembangan nilai dan gagasan, dan kesadaran lingkungan. Ada dua aspek penting dalam pengembangan nilai dan gagasan geografi, yaitu lingkungan budaya gagasan-gagasan geografi, dan proses sosial ekonomi dan perubahan nilai-nilai lingkungan. Dalam kesadaran lingkungan yang penting adalah perubahan pengetahuan lingkungan alam manusianya.
Lingkungan fenomena mencakup dua aspek, yaitu relik fisik tindakan manusia dan fenomena alam. Relic fisik tindakan manusia mencakup penempatan urutan lingkungan dan manusia sebagai agen perubahan lingkungan. Fenomena lingkungan mencakup produk dan proses organik termasuk penduduk dan produk dan proses anorganik.
Studi mandalam mengenai interelasi antara fenomena-fenomena geosfer tertentu pada wilayah formal dengan variabel kelingkungan inilah yang kemudian diangap sebagai ciri khas pada pendekatan kelingkungan. Keenam pertanyaan geografi tersebut selalu menyertai setiap bentuk analisis geografi. Sistematika tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.
Kerangka umum analisis pendekatan kelingkungan dapat dicontohkan sebagai berikut.
Masalah yang terjadi adalah banjir dan tanah longsor di Ngroto Pujon Malang. Untuk mempelajari banjir dengan pendekatan kelingkungan dapat diawali dengan tindakan sebagai berikut. (1) mengidentifikasi kondisi fisik di lokasi tempat terjadinya banjir dan tanah longsor. Dalam identifikasi itu juga perlu dilakukan secara mendalam, termasuk mengidentifikasi jenis tanah, tropografi, tumbuhan, dan hewan yang hidup di lokasi itu. (2) mengidentifikasi gagasan, sikap dan perilaku masyarakat setempat dalam mengelola alam di lokasi tersebut. (3) mengidentifikasi sistem budidaya yang dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan hidup (cara bertanam, irigasi, dan sebagainya). (4) menganalisis hubungan antara sistem budidaya dengan hasil dan dampak yang ditimbulkan. (5) mencari alternatif pemecahan atas permasalahan yang terjadi.
Dalam geografi lingkungan, pendekatan kelingungan mendapat peran yang penting untuk memahami fenomena geosfer. Dengan pendekatan itu fenomena geosfer dapat dipahami secara holistik sehingga pemecahan terhadap masalah yang timbul juga dapat dikonsepsikan secara baik.
c. Pendekatan Kompleks Wilayah
Permasalahan yang terjadi di suatu wilayah tidak hanya melibatkan elemen di wilayah itu. Permasalahan itu terkait dengan elemen di wilayah lain, sehingga keterkaitan antar wilayah tidak dapat dihindarkan. Selain itu, setiap masalah tidak disebabkan oleh faktor tunggal. Faktor determinannya bersifat kompleks. Oleh karena itu ada kebutuhan memberikan analisis yang kompleks itu untuk memecahkan permasalahan secara lebih luas dan kompleks pula.
Untuk menghadapi permasalahan seperti itu, salah satu alternatif dengan menggunakan pendekatan kompleks wilayah. Pendekatan itu merupakan kombinasi antara pendekatan yang pertama dan pendekatan yang kedua. Oleh karena sorotan wilayahnya sebagai obyek bersifat multivariate, maka kajian bersifat hirisontal dan vertikal. Kajian horisontal merupakan analisis yang menekankan pada keruangan, sedangkan kajian yang bersifat vertikal menekankan pada aspek kelingkungan. Adanya perbedaan antara wilayah yang satu dengan wilayah yang lain telah menciptakan hubungan fungsional antara unit-unit wilayah sehingga tercipta suatu wilayah, sistem yang kompleks sifatnya dan pengkajiannya membutuhkan pendekatan yang multivariate juga.
Kerangka umum analisis pendekatan kompleks wilayah dapat dicontohkan sebagai berikut.
Permasalahan yang dihadapi adalah bagaimana memecahkan masalah urbanisasi. Masalah itu merupakan masalah yang kompleks, melibatkan dua wilayah, yaitu wilayah desa dan kota. Untuk memecahkan masalah itu dapat dilakukan dengan langkah sebagai berikut.
1. menerapkan pendekatan keruangan, seperti dicontohkan pada pendekatan pertama
2. menerapkan pendekatan kelingkungan, sebagaimana dicontohkan pada pendekatan kedua
3. menganalisis keterkaitan antara faktor-faktor di wilayah desa dengan di kota
Arti Penting Pendekatan dalam Paradigma Geografi
Dalam menghampiri, menganalisis gejala dan permasalahan suatu ilmu (sains), maka diperlukan suatu metode pendekatan (approach method). Metode pendekatan inilah yang digunakan untuk membedakan kajian geografi dengan ilmu lainnya, meskipun obyek kajiannya sama. Metode pendekatan ini terbagi 3 macam bentuk pendekatan antara lain: pendekatan keruangan, pendekatan ekologi/kelingkungan dan pendekatan kewilayahan.
1. Keruangan, analisis yang perlu diperhatikan adalah penyebaran, penggunaan ruang dan perencanaan ruang. Dalam analisis peruangan dikumpulkan data ruang disuatu tempat atau wilayah yang terdiri dari data titik (point), data bidang (areal) dan data garis (line) meliputi jalan dan sungai.
2. Kelingkungan, yaitu menerapkan konsep ekosistem dalam mengkaji suatu permasalahan geografi, fenomena, gaya dan masalah mempunyai keterkaitan aspek fisik dengan aspek manusia dalam suatu ruang.
3. Kewilayahan, yang dikaji yaitu tentang penyebaran fenomena, gaya dan masalah dalam ruangan, interaksi antar/variabel manusia dan variabel fisik lingkungannya yang saling terkait dan mempengaruhi satu sama lainnya. Karena pendekatan kewilayahan merupakan perpaduan antara pendekatan keruangan dan kelingkungan, maka kajiannya adalah perpaduan antara keduanya.
Pendekatan keruangan, pendekatan kelingkungan dan pendekatan kewilayahan dalam kerjanya merupakan satu kesatuan yang utuh. Pendekatan yang terpadu inilah yang disebut pendekatan geografi. Jadi fenomena, gejala dan masalah ditinjau penyebaran keruangannya, keterkaitan antara berbagai unit ekosistem dalam ruang. Penerapan pendekatan geografi terhadap gejala dan permasalahan dapat menghasilkan berbagai alternatif-alternatif pemecahan.

Oleh Budi Handoyo

Rabu, 15 Juli 2009

PETA WILAYAH PERSEBARAN HEWAN DAN TUMBUHAN

. Garis Wallace Garis Weber
Dalam membahas ilmu geografi tumbuhan dan hewan, kita tidak terlepas dari seorang ahli ilmu alam dari Inggris, yaitu Alfred Russel Wallace (1823-1913). Dia mempelopori penyelidikan secara modern tentang Geografi hewan terlepas dari teori Darwin. Dia mendalilkan suatu garis khayal sebagai pemisah antara dunia hewan Australis dan Asiatis. Alfred Russel Wallace mengadakan penelitian mengenai penyebaran hewan di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan hewan di Indonesia bagian Barat dengan hewan di Indonesia bagian Timur. Batasnya di mulai dari Selat Lombok sampai ke Selat Makasar. Oleh sebab itu garis batasnya dinamakan garis Wallace. Batas ini bersamaan pula dengan batas penyebaran binatang dan tumbuhan dari Asia ke Indonesia.
Kawasan Wallacea: meliputi wilayah Pulau Sulawesi, Kepulauan Maluku, Sumba, Sumbawa, Lombok dan Timor. Memiliki hewan-hewan khas (terutama di Pulau Sulawesi) tidak sama dengan hewan oriental dan hewan Australia, misal: Anoa, burung Mako, kera hitam.
Di samping itu seorang peneliti berkebangsaan Jerman bernama Weber, berdasarkan penelitiannya tentang penyebaran fauna di Indonesia, menetapkan batas penyebaran hewan dari Australia ke Indonesia bagian Timur. Garis batas tersebut dinamakan garis Weber.
B. Wilayah Penyebaran Biotik di Dunia
1. Wilayah Ethiopian
Wilayah persebarannya meliputi benua Afrika, dari sebelah Selatan Gurun Sahara, Madagaskar dan Selatan Saudi Arabia. Hewan yang khas didaerah ini adalah: gajah Afrika, badak Afrika, gorila, baboon, simpanse, jerapah, harimau. Mamalia endemik di wilayah ini adalah Kuda Nil yang hanya terdapat di Sungai Nil, Mesir.
2. Wilayah Paleartik
Wilayah persebarannya sangat luas meliputi hampir seluruh benua Eropa, Uni Sovyet, daerah dekat Kutub Utara sampai Pegunungan Himalaya, Kepulauan Inggris di Eropa Barat sampai Jepang, Selat Bering di pantai Pasifik, dan benua Afrika paling Utara. Kondisi lingkungan wilayah ini bervariasi, baik perbedaan suhu, curah hujan maupun kondisi permukaan tanahnya, menyebabkan jenis faunanya juga bervariasi. Beberapa jenis fauna Paleartik yang tetap bertahan di lingkungan aslinya yaitu Panda di Cina, unta di Afrika Utara, binatang kutub seperti rusa Kutub, kucing Kutub, dan beruang Kutub. Binatang-binatang yang berasal dari wilayah ini antara lain kelinci, sejenis tikus, berbagai spesies anjing, kelelawar. Bajing, dan kijang telah menyebar ke wilayah lainnya.
3. Wilayah Nearktik
Wilayah persebarannya meliputi kawasan Amerika Serikat, Amerika Utara dekat Kutub Utara, dan Greenland. Hewan khas daerah ini adalah ayam kalkun liar, tikus berkantung di Gurun Pasifik Timur, bison, muskox, caribau, domba gunung.
4. Wilayah Neotropikal
Wilayah persebarannya meliputi Amerika Tengah, Amerika .Selatan, dan sebagian besar Meksiko. Iklim di wilayah ini sebagian besar beriklim tropik dan bagian Selatan beriklim sedang. Hewan endemiknya adalah ikan Piranha dan Belut listrik di Sungai Amazone, Lama (sejenis unta) di padang pasir Atacama (Peru), tapir, dan kera hidung merah. Wilayah Neotropikal sangat terkenal sebagai wilayah fauna Vertebrata karena jenisnya yang sangat beranekaragam dan spesifik, seperti beberapa spesies monyet, trenggiling, beberapa jenis reptil seperti buaya, ular, kadal, beberapa spesies burung, dan ada sejenis kelelawar penghisap darah.
5. Wilayah Oriental
Untuk daerah oriental, daerah penyebaran biotiknya meliputi daerah Asia bagian selatan pegunungan Himalaya, India, Sri Langka, Semenanjung Melayu, Sumatera, Jawa, Kalirnantan, Sulawesi, dan Filipina. Fauna yang terdapat di daerah penyebaran ini misalnya: Siamang, Orang utan, Gajah, Badak, burung Merak.
Fauna Indonesia yang masuk wilayah ini hanya di Indonesia bagian Barat. Hewan yang khas wilayah ini adalah harimau, orang utan, gibbon, rusa, banteng, dan badak bercula satu. Hewan lainnya adalah badak bercula dua, gajah, beruang, antilop berbagai jenis reptil, dan ikan. Adanya jenis hewan yang hampir sama dengan wilayah Ethiopian antara lain kucing, anjing, monyet, gajah, badak, dan harimau, menunjukkan bahwa Asia Selatan dan Asia Tenggara pernah menjadi satu daratan dengan Afrika.
Fauna ini tersebar di bagian Barat yang meliputi Pulau Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan Bali.
6. Wilayah Australian
Wilayah ini mencakup kawasan Australia, Selandia Baru, Irian, Maluku, pulau-pulau di sekitarnya, dan kepulauan di Samudera Pasifik. Beberapa hewan khas wilayah ini adalah kanguru, kiwi, koala, cocor bebek (sejenis mamalia bertelur). Terdapat beberapa jenis burung yang khas wilayah ini seperti burung cendrawasih, burung kasuari, burung kakaktua, dan betet. Kelompok reptil antara lain buaya, kura-kura, ular pitoon.
Fauna yang terdapat di wilayah ini terdapat di Irian Jaya dan pulau-pulau disekitarnya. Binatang-binatangnya mempunyai kesamaan dengan binatang-binatang di benua Australia. Daerah ini juga disebut fauna dataran Sahul., contohnya antara lain: kanguru, kasuari, kuskus, burung cendrawasih dan berbagai jenis burung lainnya, reptil, dan amphibi.
C. Garis Wallace dan Weber di Indonesia
Hewan-hewan yang berada di Oriental dan Australis batas pertemuannya dari kedua jenis hewan tersebut berada di kepulauan Indonesia. Begitu juga dengan jenis-jenis tumbuhan yang dikemukakan oleh Weber. Batas masing-masing jenis hewan dan tumbuhan yang dikemukakan oleh kedua ahli tersebut dibuat garis khayal yang memisahkan golongan hewan dan tumbuhan Asiatis, golongan hewan dan tumbuhan peralihan antara Asiatis dan Australis, dan golongan hewan dan tumbuhan Australis.
Oleh karena itu, Kepulauan Indonesia dibagi menjadi tiga golongan hewan dan tumbuhan berdasarkan jenis persebarannya.
1. Asiatis/Oriental
Daerah ini juga disebut daerah fauna dataran Sunda. Fauna Asiatis antara lain adalah: gajah India di Sumatera, harimau terdapat di Jawa, Sumatera, Bali, badak bercula dua di Sumatera dan Kalimantan, badak bercula satu di Jawa, orang utan di Sumatera dan Kalimantan, Kancil di Jawa, Sumatera dan Kalimantan, dan beruang madu di Sumatera dan Kalimantan. Hal yang menarik adalah di Kalimantan tidak terdapat harimau dan di Sulawesi terdapat binatang Asiatis seperti monyet, musang, anoa, dan rusa. Di Nusa Tenggara terdapat sejenis cecak terbang yang termasuk binatang Asia. Fauna endemik di daerah ini adalah, badak bercula satu di Ujung kulon Jawa Barat, Beo Nias di Kabupaten Nias, Bekantan/Kera Belanda dan Orang Utan di Kalimantan.
Flora di dataran Sunda disebut juga flora Asiatis karena ciri-cirinya mirip dengan ciri-ciri tumbuhan Asia. Contoh-contohnya yaitu: tumbuhan jenis meranti-merantian, berbagai jenis rotan dan berbagai jenis nangka. Hutan Hujan Tropis terdapat di bagian Tengah dan Barat pulau Sumatera dan sebagian besar wilayah Kalimantan. Hal ini dikarenakan sejarah geologi dulu bahwa dataran sunda bergabung dengan benua Asia.
Di dataran Sunda banyak dijumpai tumbuhan endemic, yaitu tumbuhan yang hanya terdapat pada tempat tertentu dengan batas wilayah yang relatif sempit dan tidak terdapat di wilayah lain. Tumbuhan endemic tersebut terdapat di Kalimantan sebanyak 59 jenis dan di Jawa 10 jenis. Misalnya bunga Rafflesia Arnoldii hanya terdapat di perbatasan Bengkulu, Jambi, dan Sumatera Selatan. Anggrek Tien Soeharto yang hanya tumbuh di Tapanuli Utara,Sumatera Utara.
2. Australis
Fauna yang terdapat di wilayah ini terdapat di Irian Jaya dan pulau-pulau disekitarnya. Binatang-binatangnya mempunyai kesamaan dengan binatang-binatang di benua Australia. Daerah ini juga disebut fauna dataran Sahul., contohnya antara lain: kanguru, kasuari, kuskus, burung cendrawasih dan berbagai jenis burung lainnya, reptil, dan amphibi.
Flora yang ada di dataran Sahul disebut juga flora Australis sebab jenis floranya mirip dengan flora di benua Australia. Dataran Sahul yang meliputi Irian Jaya dan pulau-pulau kecil yang ada disekitarnya memiliki corak hutan Hujan Tropik tipe Australia Utara, dengan ciri-ciri sangat lebat dan selalu hijau sepanjang tahun. Di dalamnya tumbuh beribu-ribu jenis tumbuh-tumbuhan dari yang besar dan tingginya bisa mencapai lebih dari 50 m, berdaun lebat sehingga matahari sukar menembus ke permukaan tanah dan tumbuhan kecil yang hidupnya merambat. Berbagai jenis kayu yang punya nilai ekonomis tinggi tumbuh dengan baik, seperti kayu besi, cemara, eben hitam, kenari hitam, dan kayu merbau. Di daerah pantai banyak kita jumpai hutan mangrove dan pandan, sedangkan di daerah rawa terdapat sagu untuk bahan makanan. Di daerah pegunungan terdapat tumbuhan Rhododendron yang merupakan tumbuhan endemik daerah ini.
3. Daerah Peralihan
Fauna peralihan tersebar di Maluku, Sulawesi, dan Nusa Tenggara. Daerah fauna Peralihan dibatasi oleh garis Wallace yang membatasi dengan fauna di dataran Sunda dan garis Weber yang membatasi dengan fauna di dataran Sahul. Contoh faunanya antara lain: babi rusa, anoa, kuskus, biawak, katak terbang. Katak terbang ini juga termasuk fauna Asiatis. Di daerah fauna peralihan juga terdapat fauna endemik seperti: Komodo di P.Komodo dan pulau-pulau sekitarnya, tapir (kerbau liar), burung Kasuari di Pulau Morotai, Obi, Halmahera dan Bacan
Flora yang terdapat di daerah peralihan ini meliputi pulau Sulawesi, Maluku, dan Nusa Tenggara. Pulau-pulau ini disebut daerah peralihan karena flora di daerah peralihan, mempunyai kemiripan dengan flora yang ada di daerah kering di Maluku, Nusa Tenggara, Jawa, dan Filipina. Di kawasan pegunungannya terdapat jenis tumbuhan yang mirip dengan tumbuhan di Kalimantan. Sedangkan di kawasan pantai dan dataran rendahnya mirip dengan tumbuhan di Irian Jaya. Corak vegetasi yang terdapat di daerah Peralihan meliputi: Vegetasi Sabana Tropik di Kepulauan Nusa Tenggara, Hutan pegunungan di Sulawesi dan Hutan Campuran di Maluku.
Pembagian flora dan fauna di Indonesia tersebut didasarkan pada faktor geologi. Yang secara geologi pulau-pulau di Indonesia Barat pernah menyatu dengan benua Asia sedangkan pulau-pulau di Indonesia Timur pernah menyatu dengan benua Australia. Oleh karena itu tumbuhan dan hewan di benua Asia mempunyai ciri-ciri yang mirip dengan tumbuhan dan hewan di Indonesia Barat. Demikian pula ciri-ciri tumbuhan dan hewan di Indonesia Timur mirip dengan tumbuhan dan hewan di benua Australia.
BAB III
PENUTUP
A. Ringkasan
 Garis Wallace dan Weber dibuat oleh Alfred Wallace dari Inggris, dan Weber dari Jerman sebagai pemisah antara tumbuhan dan Hewan Asiatis dengan Australis
 Ethiopian, wilayah persebarannya meliputi benua Afrika, dari sebelah Selatan Gurun Sahara, Madagaskar dan Selatan Saudi Arabia
 Paleartik, wilayah persebarannya sangat luas meliputi hampir seluruh benua Eropa, Uni Sovyet, daerah dekat Kutub Utara sampai Pegunungan Himalaya, Kepulauan Inggris di Eropa Barat sampai Jepang, Selat Bering di pantai Pasifik, dan benua Afrika paling Utara
 Neartik, wilayah persebarannya meliputi kawasan Amerika Serikat, Amerika Utara dekat Kutub Utara, dan Greenland
 Netropical, wilayah persebarannya meliputi Amerika Tengah, Amerika .Selatan, dan sebagian besar Meksiko
 Untuk daerah oriental, daerah penyebaran biotiknya meliputi daerah Asia bagian selatan pegunungan Himalaya, India, Sri Langka, Semenanjung Melayu, Sumatera, Jawa, Kalirnantan, Sulawesi, dan Filipina
 Wilayah ini mencakup kawasan Australia, Selandia Baru, Irian, Maluku, pulau-pulau di sekitarnya, dan kepulauan di Samudera Pasifik
B. Kesimpulan
Garis Wallace dan Weber adalah garis khayal yang dibuat sebagai garis pemisah antara tumbuhan dan hewan Asiatis/Oriental dengan Australis. Garis ini dibuat oleh ahli ilmu alam yang bernama Alfred Wallace dari Inggris dan Weber dari Jerman. Dari pembuatan garis Wallace dan Weber tersebut, maka di Kepulauan Indonesia terdapat tiga golongan tumbuhan dan hewan. Yang pertama, yaitu Asiatis/Oriental yang berada di sebelah barat garis Wallace. Yang kedua, yaitu peralihan yang berada diantara garis Wallace dengan Weber. Yang ketiga, yaitu golongan Australis yang berada di sebelah timur garis Weber.
Selai itu, Wallace juga membagi wilayah penyebaran tumbuhan dan hewan di dunia ini menjadi enam wilayah, yaitu Australi, Oriental, Paleartik, Neartik, Neotropical, dan Ethiopical.
Daftar Rujukan
Fatchan, Ahmad. Tanpa tahun. Geografi Hewan. Universitas Negeri Malang: Malang
Maryati, Sri dkk. 2003. Buku Penuntun Biologi SMU. Erlangga: Jakarta
Mustofa, Bisri dan Setiyawan, Inung. 2007. Kamus Lengkap Geografi. Panji Pustaka: Yogyakarta.

Bromo Caldera, East Java, Indonesia