LANGUAGE

MAU SUKSES BELAJAR , YA BELAJAR!! JANGAN LUPA SHOLAT

Bonus Anda

Kamis, 16 Desember 2010

PANTAI KRAKAL

Jogjakarta. Kota ini memang menjadi tempat kunjungan wisata paling populer setelah Bali di Indonesia. Selain nilai budayanya yang mengakar kuat pada masyarakatnya, Jogja juga memiliki panorama alam yang indah. Berada di bibir Pantai Selatan, Laut Jawa, provinsi ini diberkahi dengan pemandangan alam menghadap ke laut yang menakjubkan. Jangan hanya pantai Parangtritis saja yang Anda jajaki jika berkunjung ke kota ini.

Pantai Krakal terletak di Desa Ngestirejo, Kecamatan Tanjungsari, sekitar 3 km di sebelah timur dari deretan Pantai Baron-Kukup-Sepanjang-Drini dan merupakan pantai terpanjang dibanding pantai lainnya dengan bentangan pasir putih yang landai. Indahnya hamparan hijau perbukitan kapur dengan air laut yang berwarna biru menyajikan suatu harmoni yang sunguh asri, sangat ideal untuk menikmati hangatnya sinar matahari.
Hamparan pantai pasir putih seluas 5 kilometer langsung menyambut Anda. Di sekitarnya terdapat beberapa batu karang besar di tengah pantai yang semakin melengkapi keindahan panorama alam yang menakjubkan ini. Konon katanya, pada zaman dulu daerah Krakal merupakan dasar dari lautan yang oleh proses pengangkatan, dasar laut ini semakin lama semakin meninggi dan akhirnya muncul sebagai dataran tinggi. Batu-batuan karang yang nampak pada waktu itu, merupakan bekas rumah binatang karang yang hidup di lautan saat itu.

Maka dari itu, tidak mengherankan jika pantai ini menawarkan beragam tekstur alam yang indah. Mulai dari karang-karang yang sering kali dihiasi dengan kehadiran bintang-bintang laut, hamparan pantai pasir putih landai yang cocok untuk Anda berenang ataupun sekedar berjemur sepuas hati, hingga bebatuan besar ada di tengah dan dekat pesisir dalam bentuk-bentuk yang indah akibat abrasi pantai.

Keeksotisan alam saat perjalanan menuju pantai ini juga sangat terlihat. Batu-batu karang yang menjulang menjadikan daya tarik sendiri bagi pengunjung sebelum mencapai tempat ini.

SUMBER : http://jalanterus-cute-chocky.blogspot.com/2009/12/pantai-krakal-yogyakarta.html

Pantai Krakal

Pantai Krakal dapat dicapai melalui jalan sepanjang 6 kilometer dari kawasan pantai Kukup, sehingga pantai Krakal merupakan mata rantai perjalanan setelah mengunjungi pantai Baron dan pantai Kukup. Jarak pantai Krakal dari Yogyakarta lebih kurang 65 kilometer dan dapat ditempuh dalam waktu sekitar 3 jam. 


Perjalanan menuju pantai Krakal ini juga melintasi bukit - bukit kapur, diselingi dengan teras - teras batu karang. Hal ini merupakan ciri dari daerah karst yang dikelola penduduk. Berdasarkan penelitian geologis, pada zaman yang silam, daerah ini merupakan dasar dari lautan yang oleh proses pengangkatan yang terjadi pada kerak bumi, dasar laut ini semakin lama semakin meninggi dan akhirnya muncul sebagai dataran tinggi. Batu - batuan karang yang nampak pada waktu itu merupakan bekas rumah binatang karang yanghidup di air laut saat itu.

Pantai Krakal merupakan pantai yang paling indah, di antara seluruh hamparan pantai di sepanjang pulau Jawa. Pantai ini akan dibangun menjadi kawasan pantai dan perkampungan wisatawan, khususnya wisatawan asing, semacam tourist resort Nusa Dua di pulau Bali. Pantai Krakal, bentuk pantainya landai, berpasir putih, terhampar sepanjang lebih dari 5 kilometer. Pantai ini menerima panas matahari dari pagi hingga petang hari sepanjang tahun. Angin laut yang terhembus sangat sejuk, ombaknya cukup besar.

Image by: pesonagunungkidul.com
SUMBER  : http://www.jogja.com/tourism/info/?Z1Avby9NTnk0IGYv=

PANTAI SUNDAK

Pantai Sundak, Perkelahian Asu dan Landak yang Menuai Berkah

Pantai Sundak tak hanya memiliki pemandangan alam yang mengasyikkan, tetapi juga menyimpan cerita. Nama Sundak ternyata mengalami evolusi yang bukti-buktinya bisa dilacak secara geologis.
Agar tahu bagaimana evolusinya, maka pengunjung mesti tahu dulu kondisi pinggiran Pantai Sundak dulu dan kini. Di bagian pinggir barat pantai ketika YogYES berkunjung terdapat masjid dan ruang kosong yang sekarang dimanfaatkan sebagai tempat parkir. Sementara di sebelah timur terdapat gua yang terbentuk dari batu karang berketinggian kurang lebih 12 meter. Memasuki gua, akan dijumpai sumur alami tempat penduduk mendapatkan air tawar.
Wilayah yang diuraikan di atas sebelum tahun 1930 masih terendam lautan. Konon, air sampai ke wilayah yang kini dibangun masjid, batu karang yang membentuk gua pun masih terendam air. Seiring proses geologi di pantai selatan, permukaan laut menyusut dan air lebih menjorok ke laut. Batu karang dan wilayah di dekat masjid akhirnya menjadi daratan baru yang kemudian dimanfaatkan penduduk pantai untuk aktivitas ekonominya hingga saat ini.
Ada fenomena alam unik akibat aktivitas tersebut yang akhirnya menjadi titik tolak penamaan pantai ini. Jika musim hujan tiba, banyak air dari daratan yang mengalir menuju lautan. Akibatnya, dataran di sebelah timur pantai membelah sehingga membentuk bentukan seperti sungai. Air yang mengalir sepertimbedah (membelah) pasir. Bila kemarau datang, belahan itu menghilang dan seiring dengannya air laut datang membawa pasir. Fenomena alam inilah yang menyebabkan nama pantai menjadi Wedibedah (pasir yang terbelah). Saat YogYES datang wedi tengah tidak terbelah.
Perubahan nama berlangsung beberapa puluh tahun kemudian. Sekitar tahun 1976, ada sebuah kejadian menarik. Suatu siang, seekor anjing sedang berlarian di daerah pantai dan memasuki gua karang bertemu dengan seekor landak laut. Karena lapar, si anjing bermaksud memakan landak laut itu tetapi si landak menghindar. Terjadilah sebuah perkelahian yang akhirnya dimenangkan si anjing dengan berhasil memakan setengah tubuh landak laut dan keluar gua dengan rasa bangga. Perbuatan si anjing diketahui pemiliknya, bernama Arjasangku, yang melihat setengah tubuh landak laut di mulut anjing. Mengecek ke dalam gua, ternyata pemilik menemukan setengah tubuh landak laut yang tersisa. Nah, sejak itu, nama Wedibedah berubah menjadi Sundak, singkatan dari asu (anjing) dan landak.
Tak dinyana, perkelahian itu membawa berkah bagi penduduk setempat. Setelah selama puluhan tahun kekurangan air, akhirnya penduduk menemukan mata air. Awalnya, si pemilik anjing heran karena anjingnya keluar gua dengan basah kuyup. Hipotesanya, di gua tersebut terdapat air dan anjingnya sempat tercebur ketika mengejar landak. Setelah mencoba menyelidiki dengan beberapa warga, ternyata perkiraan tersebut benar. Jadilah kini, air dalam gua dimanfaatkan untuk keperluan hidup penduduk. Dari dalam gua, kini dipasang pipa untuk menghubungkan dengan penduduk. Temuan mata air ini mengobati kekecewaan penduduk karena sumur yang dibangun sebelumnya tergenang air laut.
Nah, bila kondisi tahun 1930 saja seperti yang dikatakan di atas, dapat diperkirakan kondisi ratusan tahun sebelumnya. Tentu sangat banyak organisme laut yang memanfaatkan bagian bawah karang yang kini menjadi gua dan wilayah yang kini menjadi daratan. Karenanya, banyak arkeolog percaya bahwa sebagai konsekuensi dari proses geologis yang ada, banyak organisme laut yang tertinggal dan kini tertimbun menjadi fosil. Soal fosil apa yang ditemukan, memang hingga kini belum banyak penelitian yang mengungkapkan.
Selain menawarkan saksi bisu sejarahnya, Sundak juga menawarkan suasana malam yang menyenangkan. Anda bisa menikmati angin malam dan bulan sambil memesan ikan mentah untuk dibakar beramai-ramai bersama teman. Dengan membayar beberapa ribu, Anda dapat membeli kayu untuk bahan bakar. Kalau malas, pesan saja yang matang sehingga siap santap. Yang jelas, tak perlu bingung mencari tempat menginap. Pengunjung bisa tidur di mana saja, mendirikan tenda, atau tidur saja di bangku warung yang kalau malam tak terpakai. Kegelapan tak perlu diributkan, bukankah membosankan jika hidup terus terang benderang?
Kalau mau, berinteraksi dengan penduduk bisa menjadi suatu pencerahan. Anda bisa mengetahui bagaimana penduduk hidup, kebudayaan mereka, dan tentu saja orang baru yang mungkin saja mampu mengubah pandangan hidup anda. Menemui Mbah Tugiman yang biasa berjaga di tempat parkir atau MbahArjasangku bisa jadi pilihan. Mereka merupakan salah satu sesepuh di pantai Sundak. Bercakap dengan mereka membuat anda tidak sekedar menyaksikan bukti sejarah tetapi juga mendapat cerita dari orang yang menyaksikan bagaimana sejarah terukir. Datanglah, semua yang di sana sudah menunggu! (YogYES.COM)
Naskah: Yunanto Wiji Utomo
Photo & Artistik: Sutrisno
Copyright © 2006 YogYES.COM


Rabu, 15 Desember 2010

Format laporan study lapangan Pantai Krakal-Prambanan

Untuk Siswa SMA BATIK 1 Surakarta kelas X
Silahkan mengunduh format laporan Study lapangan Ke Pantai Krakal dan Candi Prambanan.
BAGI SISWA DAN GURU SEKOLAH LAIN SILAHKAN DIGUNAKAN SEBAGAIMANA MESTINYA. JANGAN DI KOMERSIALKAN
TERIMA KASIH - SEMOGA BERMANFAAT - JADI AMAL JARIYAH- AMIN
COVER LAPORAN .doc
Format Study Lapangan.doc

Sabtu, 04 Desember 2010

Suasana test akhir semester gasal 2010


SUASANA KETIKA TES AKHIR SEMESTER GASAL

Mengerjakan dengan kesungguhan dan serius
Semoga tuntas Semua. Amin.


PROSES MENEMUKAN JAWABAN TES SEMSTER

SEMOGA NILANYA TUNTAS DAN MEMUASKAN. AMIN


Jumat, 26 November 2010

Pengumuman

Tiap kelas untuk segera mengumpulkan daftar sisswa dan e-mail. Disusun dengan format Exel : No. Nama   E-mail  secara berurutan presensi. Kirimkan dalam bentuk lampiran.
Terima kasih

Rabu, 24 November 2010

Peta Iklim Koppen

Iklim Koppen

Klasifikasi iklim Köppen
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/3/32/World_Koppen_Map.png/400px-World_Koppen_Map.png
http://bits.wikimedia.org/skins-1.5/common/images/magnify-clip.png
Peta iklim Köppen–Geiger[1]
██ Af██ Am██ Aw
██ BWh██ BWk██ BSh██ BSk
██ Csa██ Csb
██ Cwa██ Cwb
██ Cfa██ Cfb██ Cfc
██ Dsa██ Dsb██ Dsc██ Dsd
██ Dwa██ Dwb██ Dwc██ Dwd
██ Dfa██ Dfb██ Dfc██ Dfd
██ ET██ EF
Klasifikasi iklim Köppen adalah salah satu sistem klasifikasi iklim yang paling banyak digunakan secara luas. Sistem ini dikembangkan oleh Wladimir Köppen, seorang ahli iklim Jerman, sekitar tahun 1884 (dengan beberapa perubahan oleh Köppen, tahun 1918 dan 1936). Kemudian, seorang ahli iklim Jerman yang bernama Rudolf Geiger bekerjasama dengan Köppen untuk merubah sistem klasifikasi, sehingga sistem ini kadang-kadang disebut sebagai sistem klasifikasi Köppen–Geiger .
Sistem klasifikasi ini didasarkan pada konsep bahwa tanaman adalah ekspresi terbaik iklim; dan, lingkaran zona iklim telah dipilih dengan distribusi tanaman. Sistem ini menggabungkan temperaturdan kelembaban rata-rata bulanan dan tahunan, dan kelembaban musiman.[2]
Daftar isi
[sunting]Skema
Klasifikasi iklim Köppen membagi iklim menjadi lima kelompok dan beberapa jenis dan subjenis. Setiap jenis iklim diwakili oleh simbol 2 hingga 4 huruf.
[sunting]KELOMPOK A: Iklim tropis/megatermal
Iklim tropis berkarakter temperatur tinggi (pada permukaan laut atau ketinggian rendah) — dua belas bulan memiliki temperatur rata-rata 18 °C (64.4 °F) atau lebih tinggi. Terbagi menjadi:
§ Iklim hutan hujan tropis (Af):[3] Mengalami kelembaban 60 mm (2,4 in) ke atas sepanjang 12 bulan. Iklim ini terjadi pada garis lintang 5-10° dari khatulistiwa. Di beberapa wilayah pantai timur, dapat pula mencapai 25° dari khatulistiwa. Iklim ini didominasi oleh Sistem Tekanan Rendah Doldrums sepanjang tahun, oleh sebab itu tidak mengalami perubahan musim.
§ Contoh:
§ Iklim monsun tropis (Am)
§ Iklim basah dan kering atau sabana tropis (Aw).
[sunting]KELOMPOK B: Iklim kering (gersang dan semigersang)
[sunting]KELOMPOK C: Iklim sedang/mesotermal
§ Iklim Mediterania (Csa, Csb)
§ Iklim subtropis (Cfa, Cwa)
§ Iklim sedang maritim atau iklim laut (Cfb, Cwb)
§ Iklim subarktik maritim atau iklim laut subkutub (Cfc)
[sunting]Kelompok D: Iklim benua/mikrotermal
§ Iklim benua musim panas (Dfa, Dwa, Dsa)
Contoh:
Chicago,
Illinois (Dfa)
Santaquin,
Utah (Dfa)
Seoul,
Korea Selatan (Dwa) Cambridge, Idaho (Csa) Saqqez, Iran (Csa)
§ Iklim benua musim panas hangat atau hemiboreal (Dfb, Dwb, Dsb)
§ Iklim subarktik kontinental atau boreal (taiga) (Dfc, Dwc, Dsc)
§ Iklim subarktik kontinental dengan musim dingin ekstrim (Dfd, Dwd)
[sunting]KELOMPOK E: Iklim kutub
§ Iklim tundra (ET)
§ Iklim kutub es (EF)

Bromo Caldera, East Java, Indonesia